Main cast: Chanyeol,
Baekhyun
Genre: Brothership, Friendship, Gajelas (as usual)
Based on EXO Showtime
ep3. Fiction for sure ^^
Cast : EXO, Yoon Soohee
Genre : Fiction, Friendship
Inspired by EXO WOLF Drama Vers
Please listen to EXO XOXO album while
reading this fanfic ^_^
Sudah seminggu sejak kejadian
perkelahian dengan para gangster, namun suasana kelas masih tetap sama. Semua
anak menatap Luhan risih, seakan-akan sosok yang mereka lihat itu monster.
Masih terdengar samar kabar ‘pelemparan’ Kyungsoo yang dilakukan Luhan, meski
keadaan Kyungsoo saat ini sudah baik-baik saja tanpa bekas luka sedikitpun.
Luhan tidak lagi duduk sebangku dengan Soohee. Tentu saja, sejak kejadian itu,
semua teman-teman terbaiknya selalu menjaga jarak. Tidak ada lagi main sepak
bola bersama, tidak ada lagi kursus gratis wushu sambil bercanda, dan tidak ada
lagi pengawalan terhadap Soohee. Luhan sendiri, duduk di bangku paling pojok,
tanpa teman. Permintaan maaf sudah berulang kali dia ajukan pada
teman-temannya. Tapi tak satu pun dari mereka memperhatikan Luhan. Tidak juga
Kyungsoo, apalagi Kai. Luhan maklum. Apa yang dihadapinya sekarang terasa
salah, namun benar. Seharusnya, dari awal dia sendiri. Seharusnya, dari awal
dia tidak boleh membiarkan dirinya memiliki teman. Seharusnya, dari awal dia
sadar kalau ini semua hanya bagian dari pelarian, tidak ada gunanya berkawan.
Buruan tidak seharusnya sok menikmati hidup normal seperti yang dilakukannya
selama ini. Ini semua salahmu sendiri, ucap Luhan.
“When the world turns dark, and the rain quietly falls, everything is still … “
BEAST – On Rainy Days
Senja kali ini
sama sekali tidak mengagumkan. Tidak ada jingga, tidak ada kuning, tidak ada
merah. Hanya kelabu. Ya, kelabu. Kelabu yang sangat tebal mengerikan dan, tentu
saja, menyiksanya perlahan.
“Oh tolong
jangan bilang akan turun hujan”, lelaki bernama Xi Luhan itu menatap sendu
langit London. Berharap peri hujan mangurungkan niatnya membasahi bumi.
Dia mengangkat cangkir hot latte sambil mamandang datar bianglala ternama, London Eye. Di sudut bibir Luhan tampak foam, ia menikmati isi cangkir tersebut. Tiba-tiba aktifitasnya terhenti ketika mendengar suara gemericik. Hal yang, menurutnya, akan selalu ‘melumpuhkan’ hidupnya, datang. Hujan sudah tiba tanpa mengucap salam. Dan apa yang diminum Luhan? hot latte? nice! Aku bersumpah malam ini dia tak akan tidur hingga hujan itu reda, benar-benar reda. Cangkir latte segera merosot dari tangan pemiliknya, tergeletak begitu saja. Setidaknya ia tak perlu merepotkan pegawai café, karena secara kebetulan cangkir itu masih berdiri sempurna, tanpa menumpahkan isinya sedikit pun. Ia gelisah. Bagaimana pun juga ia tidak ingin mendengar suara itu, sama sekali tidak. Namun dia juga tidak suka meninggalkan tempatnya dengan berkawan cuaca seperti itu. Satu-satunya yang terpikir hanya mencegah suara menyebalkan itu memasuki rongga telinganya. Dia mengambil headset dari tas ransel dan segera menyumbat telinga. Dan cara itu berhasil. Suara hujan sudah tidak terdengar lagi. Cangkir yang tadinya terlantar kembali diambilnya. Sepanjang malam itu dia hanya menghabiskan beberapa cangkir kopi dan sepotong cheese cake di café tersebut. Sama sekali tidak beranjak hingga langit kembali cerah.
Cast : EXO, Yoon Soohee
Genre : Fiction, Friendship
Inspired by EXO WOLF Drama Vers
Please listen to EXO XOXO album while
reading this fanfic ^_^
“Harus ya berangkat sekarang juga? Tinggalah disini
lebih lama lagi hyung”
“Kau tau sendiri kan, si brengsek Achilles sudah
mengirim anak buahnya kemari untuk menghancurkan kaum kita, dan planet ini.
Kita harus mencegahnya”
“Kau kan bisa tetap disini hyung, kita akan
menghentikan dia disini, bersama.”
“Kau benar, kita bisa melawannya bersama. Tapi ini
bukan hanya soal planet tempat kau berada sekarang. Ini juga tentang kaum kita.
Bau si busuk itu sudah mulai tercium di seluruh penjuru MAMA. Sepertinya dia
akan melakukan penyerangan dalam waktu dekat. Kita harus berpisah, untuk
melindungi planet ini, dan MAMA. Akan makin gawat kalau kita selalu bersama dan
mereka berhasil menangkap kita berdua”.
“…”
“Aku yakin kau bisa melakukannya, Lu. Jaga dirimu
baik-baik. Anak buah Achilles pasti akan memburumu. Sampai jumpa, Lu”. Tanda di
punggung tangan kanan Kris berbinar kebiruan, menandakan emosi yang tak biasa
karena akan meninggalkan adik kesayangannya. Tanda yang hanya dimiliki oleh
pemegang kuasa planet MAMA.
BRUK . Anak lelaki itu melempar tasnya sembarang, menghiraukan laptop
yang ada di dalamnya, lalu dengan cepat melesat ke kerumunan
gerombolan gorilla galau cinta. Sebenarnya tidak ada gerombolan
dengan nama itu. Hanya sebutanku untuk mereka. Kenapa kusebut begitu?
Coba tengok, gerombolan dengan tiga orang berbadan gempal yang ukuran
bajunya pasti lebih dari xxxl, berkumis, dan berambut kribo abis.
Makin terlihat menyeramkan karena warna kulit hitam legam. Oh ayolah,
aku tidak bermaksud bersikap diskriminatif. Hanya saja, penampakan
seperti itu benar-benar membuat orang ngeri. Mirip gerombolan
gorilla. Tapi coba perlahan kau dekati mereka, dengarkan apa yang
mereka bicarakan, kujamin kau akan tertawa menemui mereka membahas
gita cinta SMA, kadang diselipi tangis membahana pula. Siapa sangka
makhluk-makhluk gorilla yang kerjanya hanya makan tidur dalam kelas
bisa melakukan hal seperti itu.
Oke, kembali ke anak lelaki itu. Dia tidak termasuk dalam gerombolan
gorilla awalnya. Kalaupun termasuk, dia tidak akan kumasukkan daftar
gerombolan gorilla. Dengan badan super kurus menjulang kayak tiang,
betis kecil mirip anggota girl group, rambut acak-acakan,
serta muka lusuh. Ketimbang gorilla, dia lebih cocok masuk list
gerombolan zombie.
FF ini terinspirasi
dari Detective Conan vol 71. Beberapa bagian tentang kasusnya Holmes
bakal kuambil dari komik itu, sisanya karangan pribadi. Dibikin
series karena sepertinya bakal panjang. So enjoy ~
Cast :
Kwon
Jiyong, Dong Yongbae, Choi Seunghyun, Kang Daesung,
Lee
Seunghyun/Seungri, Kwon Dami, Stacey Gwen (OC)
Genre :
(maksa)
Adventure, Friendship
***
Cast : Do Kyungsoo, Kim Jong In, Oh Sehun, Park
Chanyeol, Byun Baekhyun, Kim
Junmyun
Genre : Brothership, Gajelas
Annyeong ~ Kali ini birublue muncul dengan
fanfiction-nya yang pertama *plok plok plok. Liburan benar-benar menyita
seperdelapan hingga seperenam hariku dengan membaca ff. Sebenarnya ngga maniak
juga sih baca ff, tapi berhubung bacaan di ruma lagi habis jadi yaa begitulah.
Saking seringnya baca akhirnya muncul keinginan buat bikin. Nah, karena ini ff
pertama, jadi maaaf banget kalau ngga jelas dan banyak typo *bow. Well, nggausa
banyak omong lagi. Komen dan saran aku tunggu yaa. Selamat membaca ! :e
5
November
Jam
sudah menunjukkan pukul 15.00. Namun tidak ada tanda-tanda kedatangan Ji Hyun.
Kau kemana bodoh, batin Hyun Jae. Dia mengambil ponselnya, berusaha menelpon
sahabatnya. “Nomor yang anda tuju..“. Sangat jarang ponsel sahabatnya tersebut
tak dapat dihubungi. Bahkan seharian kemarin tak ada kabar dari Ji Hyun. Dia
terakhir kali menghubungi Hyun Jae dua hari lalu ...
To :
Cabi
Saranghae
Hyun
Jae pun mencoba menghubungi eomma dan appa Ji Hyun. Tidak tersambung juga. Hyun
Jae mulai bingung. Keluarga Ji Hyun yang ia tahu hanya eomma dan appa. Tidak
ada yang bisa ia hubungi lagi.
To : Cho Ji Hyun
Odie? Aku sudah di Zeelea café
daritadi bodoh! Cepetan!
Hyun
Jae masih tetap di tempatnya. Di tempat yang diminta Ji Hyun. Mengenakan dress
dan boots yang diminta Ji Hyun. Memesan minuman kesukaan Ji Hyun, Frappucino. Ia
menunggu sambil memandang sekeliling. Bagus juga café ini, pikirnya. Ini bukan
kunjungan pertamanya. Dia pernah berkunjung beberapa hari lalu, hanya saja saat
itu dia tidak memperhatikan suasana café. Lalu lintas Seoul yang padat itu
dapat terlihat apik dari sini.
Hyun
Jae kembali melihat jam. Pukul 4. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi.
To : Cho Ji Hyun
Kau kemana saja sih ? Aku sudah menunggumu 2 jam bodoh ! Tanggal 5
yang kau maksud tanggal 5 november ini kan ?? Aku ada kuliah nih
Seperti sebelumnya. Tidak
ada balasan. Bahkan Hyun Jae tidak yakin pesannya terkirim.
5
Juni
“Hujan dan tanggal 5, sungguh padanan
yang sempurna kan,”. Sempurna ? Bahkan Hyun Jae dan Ji Hyun tidak memiliki
momen istimewa saat hujan. Hanya saja saat ini Hyun Jae sedang ingin menangis.
Saat ini. Di tempat ini. Hyun Jae benar-benar bingung dan khawatir akan
sahabatnya. Sudah sekitar 7 bulan ini tidak ada kabar sama sekali dari Ji Hyun
maupun orangtuanya. Mereka tak dapat dihubungi pula. “Kau kemana? apa maksud
pesanmu itu?” Hyun Jae bertanya dalam hati. Pertanyaan itulah yang membuatnya
selalu mendatangi café ini setiap bulannya, setiap tanggal 5, berharap suatu
hari Ji Hyun benar-benar datang.
Hyun
Jae mulai menggigil. Tidak. Bukan mulai. Duduk kehujanan selama sekitar 2 jam,
tentu saja rambutnya sudah basah kuyup. Untung mantel yang ia pakai tebal dan
tergolong water resistant, sehingga badannya tidak terlalu basah. Dia kembali
mengambil ponselnya, kembali mengetikkan sesuatu. Langit Seoul bahkan sudah
kembali cerah. Dia pun beranjak dari tempatnya. Saat membayar Frappucino, ia
berpesan pada petugas kasir, “Kalau ada tamu bernama Cho Ji Hyun, tolong
katakan padanya, Park Hyun Jae tadi kemari”. Pesan yang yang sama yang selalu
ia katakan pada pegawai kasir setiap bulannya. Dan seperti biasa, dia
meninggalkan café tersebut dengan senyum.
END
To : Cho Ji Hyun
Kau kemana saja sih ?
Aku sudah menunggumu 2 jam bodoh ! Sudahlah. Aku akan menemuimu lagi tgl 5.
Kau datanglah Ji Hyun !
“Hujan
dan tanggal 5, sungguh padanan yang sempurna kan,”
***
1
November
“Tolong jangan cemberut gitu Cabi, aku
kan pergi tidak lama. Hanya mengantar eomma dan appa. Toh aku juga sudah
menolak tawaran mereka untuk pindah ke Amerika kan,” Ji Hyun, lelaki tampan bak
pangeran William yang dua tahun lebih tua darinya itu berusaha menghibur. Cabi ?
itu panggilan istimewa dari Ji Hyun untuk sahabat terbaiknya, Park Hyun Jae. Dia
sebenarnya sudah paham betul dengan apa yang dikatakan lelaki itu. Dia paham
betul mengapa Ji Hyun menolak tawaran orang tuanya. Namun Hyun Jae tetap saja
khawatir. Khawatir kalau-kalau sahabatnya itu berubah pikiran.
“Ayolah Cabi, kalau kau tak juga
tersenyum aku tak akan bisa pergi dengan tenang ini. Aku pun tak akan bisa tersenyum
lagi lho,” rayu Ji Hyun. Dia tahu kalau kata-katanya ini pasti menimbulkan
reaksi pada Hyun Jae yang dari sepulang kuliah tadi hanya cemberut. Benar saja,
Hyun Jae segera mengepalkan tangan dan memukul kepala Ji Hyun pelan. “Ya ! Bisakah
kau berhenti mengomel Ji Hyun-ah? Pabo!”
“Mwo? Pabo? Nugu?” ujar Ji Hyun dengan
melotot. Ia mendekati sahabatnya, berusaha menjitak kepala Hyun Jae.
“Tentu saja kau !” Hyun Jae segera
menghindar dan menujulurkan lidah pada Ji Hyun. Mengejek. Duo Hyun ini pun berkejaran
bak film bollywood. Saling mengejek. Memukul pelan. Tanpa mereka tahu, itulah
momen terakhir mereka. Sepulang kuliah itulah terakhir kali mereka bertemu.
3
November
Ponsel
Hyun Jae berdering,
From : Cho Ji Hyun
Cabi, tanggal 5 besok jam 2 di Zeelea
café ya ~ teras lantai dua saja. Aku
membawakan oleh-oleh untukmu lho. Kalau kau tak datang, jangan merengek minta
oleh-oleh.Arra ? oya jangan lupa dress dan boots :pp
Sudah
jadi kebiasaan Ji Hyun menyuruh Hyun Jae mengenakan pakaian inilah itulah. Sangat
sering dia meminta Hyun Jae mengenakan dress dan boots. Menurutnya, itu pakaian
yang paling sesuai dengan Hyun Jae.
To : Cho Ji Hyun
Ne . awas saja kalau kau lupa !
From : Cho Ji Hyun
Tidak akan . kau hubungi aku saja
kalau kau sudah sampai, ok ?
Hyun
Jae tidak membalas pesan Ji Hyun lagi. Ia tertidur. Selama Ji Hyun mengantar
eomma appa nya ke Amerika, hampir setiap hari Ji Hyun mengirim pesan padanya.
Menanyakan kabar sahabatnya itu, sambil sesekali meributkan hal-hal sepele.
Ji
Hyun sedang mengendarai mobilnya. Ia dan keluarganya hendak menikmati makan
malam mereka. Jalanan tampak lengang, membuat Ji Hyun mengemudi lebih kencang. Bahkan
di perempatan jalan pun dia tidak menurunkan kecepatan. Tiba-tiba ada seorang
anak kecil yang menyebrang jalan. Anak itu langsung berjalan tanpa melihat
sekeliling. Ji Hyun kaget. Ia berusaha menginjak pedal rem. Tapi entah sejak
kapan rem itu tidak berfungsi. Segera saja dia membanting setir ke arah badan
jalan. Mobil sempat terbalik . Hingga akhirnya menabrak sebuah bread café yang kebetulan
sedang tutup.
Banyak
orang mulai mengerumuni mobil tersebut. Pengemudinya masih bergerak sedikit.
Sedangkan dua orang penumpangnya sudah tak bergerak. Dengan susah payah, Ji
Hyun meraih ponselnya. Mengetikkan pesan untuk yang terakhir kali.
To
: Cabi
Saranghae
Pesan
terkirim. Tangan Ji Hyun lemas. Ponselnya terjatuh. Dia pun menghembuskan nafas
terakhirnya.
From : Cabi
Mwoya ? Jangan bercanda Ji Hyun ~ kau sedang apa sekarang?
Reminder ponselnya berbunyi. Mengucek mata yang masih lengket sembari memencet
salah satu tombol ponsel tersebut. Dia bangun tidur. Dilihatnya layar ponsel
itu. 5. Seketika matanya membesar, dan dia pun tersenyum. Dia bergegas mengganti
pakaian, memilih dress putih terbaik yang ia miliki, sepatu boots coklat
kesayangannya, dan tak lupa menyisir rambut panjang nan ikalnya. Dress dengan
sepatu boots ? Ya, itu style
kebanggaannya, style yang dulu sangat
dikagumi sahabatnya. Dulu ?
Jam masih menunjukkan pukul 14.00 namun langit tampak
gelap. Sepertinya akan turun hujan lebat. Tapi dia tak peduli. Hujan malah
membuat hari ini sempurna, pikirnya. Menyambar tas kecil, dia pun segera
meninggalkan rumah, menuju Zeelea Café.
“Oso oseyo. Frappucino satu nona?” ujar pelayan café
itu. Dia mengangguk sambil tersenyum. Semua pelayan Zeelea café sudah sangat
hafal dengan pesanannya. Bagaimana tidak, setiap bulan, lebih tepatnya setiap
tanggal 5, dia mengunjungi café ini dan memesan hal yang sama. “Ada lagi nona?”.
Kali ini dia hanya menjawab dengan gelengan kepala dan tak lupa senyum indahnya.
Duduk di teras lantai dua café, dia terlihat menikmati pemandangan kota Seoul. Tempat
yang ia pilih pun selalu sama. Bahkan dia selalu memesannya terlebih dulu.
Biasanya jam segini lalu lintas sangat padat. Namun sekarang begitu lengang.
Mungkin karena mendung maha pekat ini membuat orang-orang malas keluar. Sambil
menyeruput minumannya, dia begitu bahagia. Bahagia ? tampaknya begitu, tapi
mungkin hanya dia yang tahu perasaan yang sesungguhnya. Angin mulai berhembus
hebat, menerpa rambut panjang nan ikalnya yang tergerai. Gerimis pun mulai
turun. Dia tetap menikmati minumannya dengan sesekali mengutak-atik ponsel.
Tampak seperti mengetik pesan. Cho Ji Hyun, nama yang tertera pada kolom “send
to”. Selesai berkutat dengan ponsel, ia pun tersenyum simpul, dan kembali
menikmati cuaca sore ini. Gerimis mengganas, hujan. Rambut dan pakaiannya
basah, frappucino yang belum habis itu pun kemasukkan air hujan. Maklum, tempat
yang dia ambil merupakan teras tanpa atap, namun dia tak bergeming. Hingga seorang pelayan
menghampirinya.
“Silakan masuk nona, hujannya akan lebat, nona akan
menggigil jika tetap disini, sila ..“ belum selesai pelayan itu bicara, dia
segera memotong,
“Tidak apa, aku hanya ingin disini sedikit lebih lama.”
ucapnya sambil tersenyum.
“Baiklah nona, Setidaknya tolong pakailah mantel ini.
Jika nona membutuhkan bantuan lain, silakan segera hubungi kami.” Pelayanan café
itu memang sungguh luar biasa.
“Terimakasih,” balasnya.
“Hujan dan tanggal 5, sungguh padanan yang sempurna
kan,” ia berkata pada dirinya sendiri. Ia mendongak, memejamkan mata,
membiarkan wajahnya ditusuk-tusuk air hujan. Diam-diam air matanya mulai menetes. Air mata
? Entah. Tidak ada yang tahu itu air mata atau air hujan. Dia tersenyum, lagi.
To : Cho Ji HyunOdie? Aku sudah di Zeelea café daritadi bodoh! Cepetan !