Semakin kesini semakin paham apa itu keluarga,
semakin menghargai keberadaan mereka, dan semakin susah kalau dalam sehari
tidak bisa bertegur sapa.
Aku, dulu, sama sekali tidak mengenal mereka. Cerita
lama antara papa dan mama memaksaku tinggal bersama eyang dari kelas 5 SD
sampai 3 SMA, terpisah dari mereka. Jarak tidak begitu berarti memang, cukup ditempuh
15 menit. Tapi intensitas ketemuan benar-benar tidak memungkinkan untuk bisa
akrab.
Dulu, setiap aku pulang, ada saja sesuatu yang
terjadi pada orang tuaku. Selalu ada kisah yang membuatku enggan kembali. Dulu,
mereka tidak bisa secara luwes bercerita apapun. Sekat pemisah area kakak dan
adik kala itu terlalu tinggi. Aku tidak tau keseharian mereka gimana,
pembicaraan mereka tentang apa, bahkan, makanan kesukaan mereka tidak pernah terbayang.
Kesadaranku akan ketidak dekatanku dengan mereka muncul ketika aku hendak
membelikan baju sebagai cinderamata, aku tidak tau ukurannya. Menerka saja tak
bisa. Hafff. Kakak macam apa ini.
Sekarang, keadaan berbalik perlahan. Aku mulai sering
pulang. Mereka sudah bisa bercerita panjang lebar. Bahkan tiap-tiap kami selalu
ada rahasia kecil-kecilan yang, aku menganggapnya, dapat dijadikan bukti bahwa
kami sudah cukup dekat untuk dapat berbagi. Kami mulai bersikap selayaknya
kakak dan adik. Saling membutuhkan, saling merindukan, saling mencaci, dan
saling memusuhi. Ada kalanya kami bertengkar hebat karena hal acak. Tapi itu
hanya bertahan sehari, tidak, semalam.
Satu komitmen yang tercipta tak sengaja tanpa materai
diantara kami:
“Kalo besar
nanti, jangan sampai kita seperti keluarga papa sama mama yang suka nggosipin
sodaranya sendiri. Kalo besar nanti, kalo ada yang ngga sreg, langsung bilang
aja. Jangan sampai nggerundel di belakang. Kalo besar nanti, kita harus saling
bantu dan sering-sering pergi bareng kayak papa, om diyud, bude“
Dan itu berlanjut dengan peran impian masing-masing
kami,
“Aku mau jadi
kayak bude ah ke anak-anakmu. Biarin koplak pokok bisa deket”
“Aku mau jadi
yang sok tau dan asal njeplak ah biar keren”
Semoga semua ini tidak hanya angan kami. Semoga
kebersamaan ini tiada akhir. Semoga.
Katanya, suka itu perasaan yang menggebu,
menuntut, haus akan mimpi jadi asli.
Tapi, katanya juga, suka itu sesuatu yang sederhana,
senantiasa leluasa akan sekitarnya.
Yang kedua, mungkin, aku sedang mengalaminya.