Ngga pernah kepikir sebelumnya kalau bakal
mengalami gagal mudik lebaran, jauh jauhan sama keluarga tanpa bisa saling sapa
tatap muka ataupun sungkeman. Surabaya dan Jakarta masih masa PSBB. Kami, saya
dan suami, dipaksa berdiam diri di Jakarta, keluarga kami yang kesemuanya di
Surabaya dan Sidoarjo, eh Waru, pun tak bisa memaksa berkunjung kemari.
Gimana rasanya berlebaran tapi berjauhan ?
Sedih, asli. Dengar takbiran H-1 setelah adzan
isya langsung mbrebes mili. Apalagi ketika ingat mbah bapak, yangti, yangkung
yang tak bisa lagi ditemui, raganya. Ngga bisa ikutan nyekar sambil bawa
kembang segar.
Lebaran kali ini hanya kami nikmati dengan
sholat ied sendiri sendiri. Maklum, kami masih berdua saja, tak cukup syarat
makmuman dan tak ada masjid yang menyelenggarakan jamaah.
Lebaran kali ini hanya kami awali dengan
semangkuk indomi. Soto daging baru matang saat siang, yang sepertinya akan
bertahan hingga esok sarapan.
Lebaran kali ini hanya kami lakoni dengan videocall
sana sini. Mama rewwin, mama papa iyong intan brina beserta pasukan manyar dan
mbah ibu, serta geng Bojonggede.
Namun lebaran kali ini tetap bisa kami
syukuri.
Keluarga besar alhamdulillah dalam kondisi sehat dan tercukupi di tengah
pandemi.
Semoga pandemi ini segera terhenti, agar lebaran
kurban esok tak lagi sepi.
Kami ingin kembali, pulang ke sanak saudari.
Salam lebaran dari kami,
Iman dan Sovi yang terdampar di Green Pramuka City.